Senin

14 Juli 2025 Vol 19

Meningkatnya Kasus Burnout di Kalangan Gen Z: Pakar Sarankan Mindful Break dan Digital Detox

Tanggal: 5 Juli 2025 Jakarta — Sebuah survei nasional yang dirilis oleh Lembaga Psikologi Terapan Indonesia (LPTI) menunjukkan angka mengejutkan:…
1 Min Read 0 44

Tanggal: 5 Juli 2025

Jakarta — Sebuah survei nasional yang dirilis oleh Lembaga Psikologi Terapan Indonesia (LPTI) menunjukkan angka mengejutkan: 62% Gen Z di Indonesia mengalami gejala burnout ringan hingga sedang, dan 24% di antaranya tergolong kronis. Fenomena ini mengindikasikan bahwa kelelahan mental bukan lagi masalah eksklusif pekerja kantoran, melainkan juga pelajar, mahasiswa, hingga pekerja lepas.

Apa Itu Burnout dan Mengapa Gen Z Rentan?

Burnout adalah kondisi stres kronis akibat tekanan mental dan emosional yang tidak terkelola dengan baik. Gejalanya meliputi kelelahan ekstrim, kehilangan motivasi, perasaan sinis terhadap pekerjaan, dan turunnya produktivitas.

Menurut psikolog klinis dari Universitas Airlangga, dr. Anggita Meirina, M.Psi., Gen Z mengalami tekanan dari berbagai arah: ketidakpastian karier, ekspektasi sosial yang tinggi, hingga kecanduan media sosial yang berlebihan.

“Mereka tumbuh dalam dunia digital yang sangat cepat. Semua harus instan, serba produktif, tapi juga harus tetap tampil sempurna di depan kamera. Ini menciptakan tekanan psikis luar biasa,” jelas dr. Anggita.

Media Sosial: Sumber Inspirasi atau Pemicu Stres?

Instagram, TikTok, dan X (Twitter) menjadi platform favorit Gen Z, namun juga menjadi sumber perbandingan sosial yang merugikan. Banyak yang merasa tertinggal dalam karier, finansial, atau pencapaian pribadi karena melihat kehidupan “sempurna” orang lain.

“Saya merasa gagal hanya karena orang-orang seusia saya di media sosial sudah punya bisnis, rumah, atau followers ratusan ribu,” ujar Ria (22), mahasiswi di Jakarta yang mengaku mengalami burnout sejak 2023.

Fitur notifikasi tanpa henti, tekanan untuk selalu online, dan tuntutan menjadi produktif secara digital membuat otak tak pernah benar-benar beristirahat.

Strategi Penanganan: Mindful Break dan Digital Detox

Pakar kesehatan mental merekomendasikan dua strategi utama: mindful break dan digital detox. Mindful break berarti menyisipkan jeda sadar di tengah aktivitas sehari-hari, seperti menarik napas panjang, meditasi 5 menit, atau berjalan kaki tanpa ponsel.

Sedangkan digital detox mendorong individu untuk secara sadar membatasi penggunaan gawai — misalnya tidak membuka media sosial setelah jam 8 malam, atau mengambil libur akhir pekan tanpa layar.

“Dengan digital detox 1-2 hari seminggu, hormon kortisol akan turun. Ini memperbaiki kualitas tidur dan kesehatan mental,” ujar dr. Anggita.

Peran Institusi dan Perusahaan

Beberapa kampus dan perusahaan progresif mulai menerapkan kebijakan wellness day, mental health leave, hingga jam kerja fleksibel. Startup seperti MindSpace dan RuangTenang bahkan menyediakan sesi konseling daring dan pelatihan meditasi gratis untuk karyawan dan mahasiswa.

Kementerian Kesehatan pun mendukung kampanye #PulihBersamaDigital, yang bertujuan mengurangi kecanduan gawai dan memperkenalkan gaya hidup sadar teknologi di kalangan anak muda.


Kesimpulan:
Burnout bukan sekadar lelah, tetapi krisis mental yang semakin umum terjadi, khususnya pada generasi muda. Solusinya bukan hanya pada istirahat fisik, tetapi juga pengelolaan pikiran dan pemutusan dari tekanan digital. Saatnya Gen Z belajar bahwa tidak produktif pun adalah bagian dari hidup yang sehat.

newssportsaz_0q4zf1